Empathy, Mindfulness, Compassion, Critical Inquiry dalam Pembelajaran Sosial-Emosional

Ladang Ilmu
0

 

UNESCO dan Mahatma Gandhi Institute of Education menjelaskan empat kompetensi yang diperlukan dalam pendidikan dan relasi sosial yaitu EMC atau Empathy, Compassion, Mindfulness, dan Critical Inquiry. Program pendidikan yang didasari oleh kerangka kerja EMC terbukti membangun situasi belajar yang positif (Parry, 2020).


Keempat kompetensi tersebut perlu diasah oleh seorang guru agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Empathy merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki dalam memahami siswa secara mendalam baik dalam situasi pribadi maupun sosial serta peduli dan perhatian terhadap emosi yang dimiliki oleh siswa yang ditunjukkan melalui perilaku mereka (Meyers et al., 2019).

Goleman (2007) dalam Hoerr (2010) menjelaskan tiga kategori Empathy: 

1.         Cognitive empathy

Kemampuan individu dalam mengetahui dan memahami perasaan yang dimiliki oleh orang lain. Cognitive empathy diperoleh melalui receptive learning (pembelajaran yang terbuka, bersahabat)  melalui information gathering dan mempelajari situasi serta perspektif orang lain. 

2.         Emotional empathy

Kemampuan individu dalam merasakan apa yang orang lain rasakan. Hal ini biasanya diperoleh dari interaksi dengan orang lain sehingga dapat memahami dan menghargai perasaan orang lain. 

3.         Actionable empathy

Kemampuan individu dalam memberikan respon atau tindakan sesuai dengan perasaan orang lain. Goleman menyebut empathy ini sebagai compassionate empathy.

Perlu diketahui bahwa keterampilan empathy juga dapat menyebabkan burn out apabila individu tidak memiliki keterampilan untuk membatasi diri dari emosi atau perasaan negatif. Oleh karena itu perlu diimbagi dengan compassion yaitu kemampuan individu dalam merasakan dan memahami apa yang dirasakan orang lain namun tetap dengan batasan tertentu.

MacBeth & Gumley (2012) menjelaskan bahwa jarak yang terbentuk akibat compassion justru membuat individu fokus dalam membantu orang lain secara objektif namun juga bisa mundur untuk mengobservasi dari situasi dari jauh sehingga dapat menentukan cara terbaik dalam menghadapi tantangan tersebut.

Melalui compassion seorang individu dapat membatasi perasaannya terhadap orang lain sehingga dapat mengurangi personal distress akibat respon yang berlebihan terhadap perasaan orang lain (Barton & Garvis, 2019).

Gilbert melihat compassion sebagai kemampuan yang ditunjukkan melalui enam atribut (Strauss et al., 2016),  yaitu : 

1.       Sensitivity, sikap individu yang responsif terhadap perasaan orang lain sehingga mampu memahami bantuan apa yang dibutuhkan. 

2.       Sympathy, kemampuan individu dalam menunjukkan kepedulian terhadap orang lain

3.       Empathy, kemampuan individu untuk memahami perspektif orang lain.

4.      Motivation/caring, mampu menunjukkan respon peduli yang memberikan motivasi terhadap orang lain

5.     Distress tolerance, kemampuan untuk menoleransi emosi yang dimiliki ketika dihadapkan dengan penderitaan orang lain tanpa merasa kewalahan.

6.      Non-judgement, kemampuan untuk menerima kondisi atau perasaan orang lain tanpa menunjukkan rasa frustasi, marah, atau jijik.

 


Terkadang, sebuah pembelajaran tidak selalu berjalan dengan mulus. Mindfulness diperlukan dalam proses mengajar. Mindfulness merupakan kemampuan individu untuk sadar akan pengalaman yang dimiliki sehingga mau menerima situasi apapun tanpa menghakimi diri sendiri (Keng et al., 2011). Kemampuan ini dapat ditunjukkan dengan perilaku meditasi atau menenangkan diri yang dianggap dapat mengurangi bias dan perilaku negatif dalam menghadapi sesuatu (Lueke & Gibson, 2015). Terdapat beberapa teknik mindfulness yang dapat dilakukan (Conden & Gonchar, 2017), yaitu : 

1.       Two feet one breath, mengambil nafas dalam sembari berdiam di satu posisi.

2.    Set intentions, mengingatkan kembali tujuan dan niat utama sehingga tetap positif dalam situasi yang dimiliki.

3.     “I am aware” technique, kemampuan individu untuk selalu sadar dan mengingatkan diri terkait apa yang dilakukan.

Melalui ketiga kompetensi tersebut, tentu diperlukan critical inquiry. UNESCO.org mendefinisikan critical inquiry sebagai kemampuan individu dalam memperoleh sebuah informasi melalui pengamatan, pengalaman, pemikiran, penalaran, dan penilaian diri sendiri kemudian dianalisis untuk dipahami.


Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)